makna puisi aku dan tuhanku karya sutan takdir alisjahbana
Selanjutnyamengenai diksi atau pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Puisi sebagai bentuk karya sastra yang dengan sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata.
Sumberdata penelitian ini kumpulan puisi pujangga baru dengan beberapa objek yaitu; puisi Aku karya Chairil Anwar, puisi Bahasa, Bangsa karya Moh. Yamin, dan puisi Do'a karya Amir Hamzah. Data
Bagi penyair, puisi adalah kebanggaannya, aliran darahnya, pelepasan ekspresinya, kepribadiannya, ciri khasnya, napas hidupnya - bahkan, sarana mencari sesuap nasi. Penyair menjadi mati - disebut tak berkarya - jika tidak menulis puisi. Sekian banyak kredo yang disampaikan penyair untuk menguatkan puisi -- seperti kredo Sutan Takdir Alisyabana, Chairil Anwar, dan Sutardji Calzoum Bachri
Listento Puisi Aku Dan Tuhanku on Spotify. Dari saya yang senang membaca dengan suara.
Tuhankuaku hilang bentuk remuk Tuhanku aku mengembara di negeri asing Tuhanku Sutan Takdir Alisjahbana (1908) Andaikan Masih Hidup. Apakah itu barupa puisi karya terbaru, atau puisi lama namun sama sekali belum pernah dikenal orang. Maklum, siklus kepenyairan Sitor Situmorang, yang menikah untuk yang kedua kalinya dengan seorang
Site De Rencontre Gratuit En Ile De France.
Tim indoSastra Pencari Karya Sastra Terpendam yang Bermutu Tinggi Sastra Angkatan Pujangga Baru, bentuk Puisi Karya Sutan Takdir Alisjahbana Ini adalah salah satu puisi yang diciptakan dengan rangkaian makna indah oleh STA, tentang perjuangan dan cinta tanah air, kata mengalir pasti dengan pola yang terencana apik Dari buku Tebaran Mega Waktu penulisan 24 Juli 1935 — Tenteram dan damai? Tidak, tidak Tuhanku! Tenteram dan damai waktu tidur di malam sepi Terteram dan damai berbaju putih di dalam kubur Tetapi hidup ialah perjuangan Perjuangan semata lautan segara Perjuangan semata alam semesta Hanya dalam berjuang beta merasa tenteram dan damai Hanya dalam berjuang berkobar Engkau Tuhanku di dalam dada Originally posted 2012-10-21 053250. Republished by Blog Post Promoter
Biografi Sutan Takdir Alisyahbana Sutan Takdir Alisyahbana selanjutnya disingkat STA dilahirkan di Natal, Tapanuli, Sumatera Utara pada tanggal 11 Februari 1908. STA adalah anak kedua dari dua belas bersaudara. Ibunya asli orang Natal tetapi bukan dari suku Mandailing atau Batak melainkan dari suku Minangkabau. Ayahnya berdarah Jawa, bernama Raden Alisjahbana, gelar Sutan Arbi. Gelar “Raden” itu suatu ketika diakui oleh Kesultanan Yogyakarta. Sang ayah adalah seorang guru yang juga bekerja sebagai penjahit, pengacara tradisional, ahli reparasi jam serta pemain sepakbola. Sementara itu, kakeknya dari garis ayah, Sutan Mohamad Zahab, adalah ulama besar dengan pengetahuan agama dan hukum yang mendalam. Semasa hidupnya, STA mempunyai tiga istri. Dari ketiga istrinya itu ia kemudian menjadi ayah dari sembilan anak. Pada masa kanak-kanak STA sempat merasa malu oleh ejekan temantemannya. Dia lahir dengan empat jari di tangan kiri yang cacat karena itu ia diberi nama “Takdir”. Dengan cacatnya itu, seperti dituturkan Tamalia Alisyahbana putri STA pada peringatan 100 tahun kelahiran STA, ia selalu menyembunyikan tangannya di kantong atau dengan sapu tangan Cerita Sampul, Majalah TEMPO Edisi 25 Februari 2008. Umur empat tahun STA meninggalkan Natal dan mengikuti ayahnya yang pindah ke Bengkulu. “Ayah saya guru SD di Semangka yang terletak di Teluk Semangka. Dia lalu pindah ke Curup, lalu ke Kerkap kira-kira 25 kilometer dari Bengkulu. Di Kerkap itulah saya sekolah di Hogere Indische School HIS Bengkulu,” tutur STA pada suatu ketika Cerita Sampul, Majalah TEMPO Edisi 25 Februari 2008. Waktu itu Bengkulu menjadi tempat orang buangan, termasuk para bangsawan dari tanah Jawa seperti Sentot Prawirodirdjo, salah seorang panglima pasukan Pangeran Diponegoro. Ayah STA sendiri diangkat sebagai penjaga makam Sentot. Walau kiriman uang dari ayahnya selalu terlambat dan tak punya buku, pendidikannya berjalan lancar. Setamat dari HIS pada 1921 STA melanjutkan pendidikan di Kweekschool Bukittinggi dan lulus pada 1925. Pada 1925 ia dikirim ke Hogere Kweekschool di Bandung setahun sebelum menamatkan kelas terakhir. Lalu STA masuk Hoofdacte Cursus Jakarta yang merupakan sumber kualifikasi tertinggi bagi guru di Hindia Belanda pada saat itu. Gelar meester in de rechten Mr ia raih dari sekolah tinggi kehakiman Rechtshogeschool Jakarta pada tahun 1941. Ia sempat pula menempuh pendidikan di Letterkundige Fakulteit Jakarta pada tahun 1942. Di Jakarta, terutama ketika bekerja untuk Balai Pustaka, STA bertemu dengan banyak intelektual Hindia Belanda pada masa itu, baik intelektual pribumi maupun yang berasal dari Belanda. Salah satunya menjadi rekan terdekatnya adalah Armin Pane. Setelah Indonesia merdeka STA berkesempatan memperluas cakrawala intelektual dengan belajar filsafat ke Jerman, Belanda, Prancis, Amerika Serikat, dan Jepang. Pada 1948 STA pergi ke Amsterdam untuk menghadiri Kongres Filsafat. Karier sebagai sastrawan telah ia mulai sejak usia remaja. Karangan pertamanya, Tani Briefen Surat Petani dimuat di majalah Jong Soematera. Ketika itu STA berumur 15 tahun dan duduk di bangku kelas tiga sekolah guru di Muara Enim. Novel pertamanya Tak Putus Dirundung Malang 1929 diselesaikan di Bandung setelah dia menderita sakit jantung selama tiga bulan dan diterbitkan Balai Pustaka dengan honor 250 gulden. Salah satu karyanya yang terkenal adalah novel Layar Terkembang 1936 yang bercerita tentang emansipasi wanita, disusul Grotta Azzura 1979 serta Kalah dan Menang 1978 yang berbicara masalah filsafat kebudayaan. Mengomentari Kalah dan Menang dalam sebuah artikel di majalah Tempo edisi Oktober 1978, Poeradisastra mengatakan belum pernah ada sebuah roman Indonesia yang mengambil tema sebesar dan seluas roman STA. Roman itu memuat sejumlah tokoh bersejarah yang benar-benar ada, meski ditransmutasikan memakai nama-nama lain. Selain prosa, STA banyak menulis puisi, antara lain Tebaran Mega kumpulan sajak, 1935, Lagu Pemacu Ombak kumpulan sajak, 1978, dan Perempuan di Persimpangan Zaman kumpulan sajak, 1985. Di bidang sastra STA adalah tokoh angkatan Pujangga Baru. Ia menerbitkan sekaligus memimpin majalah Pujangga Baru, majalah Indonesia pertama untuk bidang sastra dan budaya. STA menolak sastra lama yang berupa pantun dan syair, dan menawarkan sastra baru berupa soneta. “Kita buang dan lupakan saja sastra lama dan kita bangun sastra yang baru,” ujarnya. Ketika memimpin Panji Pustaka, ia mengadakan gerakan “Sastra Baru” pada 1933. Berlatar pendidikan guru, STA pernah selama setahun menjadi guru HKS di Palembang 1928-1929. STA juga menjadi dosen Bahasa Indonesia, Sejarah, dan Kebudayaan di Universitas Indonesia mulai tahun 1946 hingga tahun 1948. Ia juga menjadi guru besar Bahasa Indonesia, Filsafat Kesusastraan dan Kebudayaan di Universitas Nasional Jakarta semenjak tahun 1950 sampai tahun 1958. STA pernah menjadi guru besar Tata Bahasa Indonesia di Universitas Andalas Padang 1956-1958, dan Guru Besar serta Ketua Departemen Studi Melayu Universitas Malaya Kuala Lumpur 1963-1968. Sejak 1968 hingga 1990-an ia menjadi Rektor Universitas Nasional Jakarta. Dari 1970-1994 ia menjadi Ketua Akademi Jakarta. STA pernah menjabat Direktur Balai Seni Toyabungkah, Bali 1973-1994 dan pemimpin umum majalah Ilmu dan Budaya 1979-1994. STA sempat pula terjun di gelanggang politik sebagai anggota Partai Sosialis Indonesia PSI, anggota parlemen 19451949, anggota Komite Nasional Indonesia, dan anggota Konstituante 1950-1960. “Saya duduk di Konstituante mewakili Sumatera Selatan dari PSI. Di Konstituante ada perdebatan saya dengan Mohammad Natsir dari Masyumi. Waktu itu saya mempertahankan sosialisme yang demokratis. Sosialisme demokrat menghendaki negara demokrasi yang sekuler. Manusia bebas beragama,” tutur STA Cerita Sampul, Majalah TEMPO Edisi 25 Februari 2008. Ia juga menjadi anggota organisasi internasional, termasuk Masyarakat Linguistik Paris Societe de Linguistique de Paris dan Komisi Internasional untuk Pengembangan Ilmiah dan Budaya Manusia dan Studi Kemanusiaan UNESCO. Berbagai penghargaan pernah ia terima, termasuk Satyalencana Kebudayaan RI pada 1970. Dari Kaisar Jepang Hirohito, STA menerima Bintang Tanda Jasa Harta Suci pada 1987. Ia dinilai berjasa dalam meningkatkan hubungan persahabatan IndonesiaJepang dan ikut mendirikan Pusat Studi Jepang serta membuka Jurusan Bahasa Jepang di Universitas Nasional. Republik Federal Jerman juga pernah memberinya tanda jasa. Takdir juga menerima doctor honoris causa dari Universitas Indonesia pada 1979 dan Universiti Sains Penang, Malaysia pada 1987. Satu ciri STA yang melekat dalam sejarah hidupnya adalah keteguhannya pada pemikirannya, bahkan juga melaksanakan gagasan itu dalam bentuk kerja nyata. Kegelisahannya mengenai bahasa tidak hanya berwujud pada kata-kata. Sebagai ahli bahasa, ia yang pertama kali menulis buku Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia 1936 dan Kamus Istilah. Ketika STA menjabat Ketua Komisi Bahasa pada masa pendudukan Jepang, ia melakukan modernisasi bahasa Indonesia sehingga dapat menjadi bahasa nasional yang menjadi pemersatu bangsa. Masih dalam rangka pengembangan bahasa, STA menerbitkan dan memimpin majalah Pembina Bahasa, mencetuskan Kongres Bahasa Indonesia pertama di Solo, dan pada akhir 1960-an dia menjadi Ketua Gerakan Pembina Bahasa Indonesia dan penggagas Konferensi Pertama Bahasa-bahasa Asia. Di usia senjanya, 85 tahun, beberapa bulan sebelum meninggal dunia, STA direpotkan dengan kemelut di kampus yang dipimpinnya sejak 1968 itu. Dianggap sudah tua dan terlalu lama memimpin Universitas Nasional, salah seorang pengurus yayasan, Oesman Rachman dan kawan-kawan mencoba “menggusurnya”. Bahkan, Oesman sempat mengangkat diri menjadi pejabat rektor. Akibat konflik yang berlarut-larut itu, di universitas swasta tertua di Indonesia itu sempat muncul dua kepemimpinan, bahkan dosen dan mahasiswa sempat terkotakkotak. Kemelut itu berakhir di pengadilan dan pihak STA menang. Ketua majelis hakim, Haslim Hasyim dari Pengadilan Jakarta Selatan, dalam amar putusannya pada Februari 1994 memerintahkan agar kampus itu dikosongkan dan segera diserahkan kepada Yayasan Memajukan Ilmu dan Kebudayaan YMIK yang dipimpin Sutan Takdir Alisyahbana. Di luar dunia pemikiran dan tema-tema besar STA gemar berkebun. Kegemaran ini dilakoninya sejak masih muda. Karena itu, tak heran jika rumahnya di Mampang Prapatan, Jakarta Selatan dilengkapi dengan kebun yang luas. Di sana ada durian, nanas, kedondong, jeruk. Setiap pagi sebelum masuk kantor pada pukul ia jalan-jalan di kebun rumahnya sambil mengontrol ikan-ikan di kolam. Begitu pula balai seni yang didirikannya pada 1973 di Toyabungkah, Danau Batur, Bali, diasrikan dengan kebun dan sawah yang dikerjakan oleh penduduk setempat. Setiap bulan, kala itu, di luar kesibukan rutinnya sebagai Rektor Universitas Nasional, ia menyempatkan diri terbang ke Bali untuk mengunjungi kebunnya. Balai Seni Toyabungkah ini didirikan dengan biaya yang ia peroleh dari uang ganti rugi kecelakaan dari pesawat SAS. Kampus tempat dia menjabat rektor sejak 1968, Unversitas Nasional, tak lupa juga “dikebunkan”. Bahkan, para mahasiswanya dikerahkannya untuk membuat pencangkokan dan pembibitan berbagai jenis tanaman. Suatu ketika, kepada Tempo, STA mengatakan, “Indonesia ini negeri yang kaya dan subur. Menanam apa pun bisa tumbuh. Tanamlah apa saja. Asal menanamnya benar, tentu menghasilkan banyak uang” Cerita Sampul, Majalah TEMPO Edisi 25 Februari 2008. STA meninggal pada 17 Juli 1994 di Jakarta. Sampai akhirnya hayatnya, ia belum mewujudkan cita-cita terbesarnya menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar di kawasan Asia Tenggara. Padahal bahasa itu pernah menggetarkan dunia linguistik saat dijadikan bahasa persatuan untuk penduduk di 13 ribu pulau di Nusantara. Ide besarnya untuk menyatukan ejaan Indonesia dengan Malaysia pun belum terwujud. STA pernah mengatakan pada 1971 bahwa usaha menyatukan ejaan itu harus diteruskan. Sebab, menurut STA, jika peraturan ejaan ini sudah terlaksana, bukan hanya merupakan langkah penting ke arah menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi di Asia Tenggara tetapi juga akan mempermudah penerjemahan buku-buku.[1] Pengertian Pendekatan Struktural Analisis struktural merupakan tugas prioritas atau tugas pendahuluan. Sebab karya sastra mempunyai kebulatan makna intrinsik yang dapat di gali dari karya itu sendiri. [2] Pada dasarnya kajian struktural bertujuan memaparkan secermat mungkin fungsi dan keterkaitan antara berbagai unsur karya sastra, dalam hal ini prosa fiksi yang secara bersama mengahasilkan sebuah kemenyeluruhan. Kajian struktual tidak cukup kalua hanya sekedar mendata unsur tertentu pada sebuah karya prosa fikis, misalnya peristiwa, alur, tokoh, latar, atau yang lainnya. Namun yang lebih penting adalah menunjukan bagiamna antar unsur itu, atau sumbangan apa saja yang diberikan terhadap tujuan estetik dan makna keseluruhan yang ingin dicapai. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kajian structural adalah sebuah pengkajian terhadap suatu karya sastra prosa fiksi yang bertujuan untuk memaparkan keterkaitan antar berbagai unsur karya sastra. Pada intinya pendektan struktural ialah membahas unsur-unsur intrinsik pada sebuah karya sastra.[3] Unsur puisi ada dua yaitu unsur batin puisi dan struktur fisik puisi yang meliputi Struktur batin puisi, atau sering pula disebut sebagai hakikat puisi, meliputi hal-hal sebagai berikut. Tema atau Makna Media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan tanda dengan makna, maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna keseluruhan. Rasa Sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang sosial dan psikologi penyair, misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah tidak bergantung pada kemampuan penyairmemilih kata-kata, rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak bergantung pada wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian yang terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan psikologisnya. Nada tone Sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan dengan tema dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja sama dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca. Amanat Sadar maupun tidak, ada tujuan yang mendorong penyair menciptakan puisi. Tujuan tersebut bisa dicari sebelum penyair menciptakan puisi, maupun dapat ditemui dalam puisinya. Struktur fisik puisi meliputi hal-hal sebagai berikut Perwajahan puisi tipografi Bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi. Diksi Pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata. Imaji Kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji suara auditif, imaji penglihatan visual, dan imaji yang bisa dirasakan, raba atau sentuh imaji taktil. Imaji dapat mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, mendengar, dan merasakan seperti apa yang dialami penyair. Kata kongkret Kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misalnya kata kongkret “salju melambangkan kebekuan cinta, kehampaan hidup, dll, sedangkan kata kongkret “rawa-rawa” dapat melambangkan tempat kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan. Bahasa figurative Bahasa berkias yang dapat menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu Soedjito, 1986128. Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna Waluyo, 198783. Bahasa figuratif disebut juga majas. Adapaun macam-amcam majas antara lain metafora, simile, personifikasi, litotes, ironi, sinekdoke, eufemisme, repetisi, anafora, pleonasme, antitesis, alusio, klimaks, antiklimaks, satire, pars pro toto, totem pro parte, hingga paradoks. Rima Rima adalah persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris puisi. Analisis pada Puisi Api Suci Karya Sutan Takdir Alisyahbana Api Suci Selama nafas masih mengalun, Selama jantung masih memukul, Wahai api bakarlah jiwaku, Biar mengaduh biar mengeluh. Seperti wajah merah membara Dalam bakaran Nyala Raya, Biar jiwa habis terlebur, Dalam kobaran Nyala Raya. Sesak mendesak rasa di kalbu, Gelisah liar mata memandang, Di mana duduk rasa dikejar. Demikian rahmat tumpahkan selalu, Nikmat rasa api menghangus, Nyanyian semata bunyi jeritku. Bentuk dan Struktur batin puisiTema Tema yang diangkat Sutan Takdir Alisyahbana pada puisi “Api Suci” yaitu tema Doa memohon ketegaran jiwa sesuai dalam kutipan /wahai api, bakarlah jiwaku/, sehingga puisi ini termasuk puisi yang ditujukan seseorang yang sedang mengadu kepada pencipta-Nya,karena kegalauan dan ingin bangkit lagi dari kegelisahan hatinya. Rasa Rasa yang ada pada puisi ini adalah rasa ingin selalu bersemangat, meskipun jiwanya telah habis terlebur, ia tetap ingin mengobarkan semangatnya. Nada Nada yang muncul pada puisi “Api Suci” ini, Sutan Takdir Alisyahbana menuangkan nada yang penuh semangat, karena semangat telah ada kemudian lahirlah dorongan untuk mewujudkan harapannya Amanat Amanat adalah pesan yang ingin disampaikan oleh penyair kepada pembaca. adalah Hendaknya setiap manusia memiliki semangat yang besar untuk dapat bangkit dari sebuah keterpurukan dan jangan pernah henti untuk mencari inspirasi. Seperti kutipan /sesak mendesak rasa di kalbu/, /gelisah liar mata memandang/, /di mana duduk rasa di kejar Senang selalu dan mensyukuri apa yang terjadi walaupun waktu pahit sekalipun, semua itu tidak kekal dan hanya merupakan seni dari kehidupan. Seperti dalam kutipan /nyanyian semata bunyi jeritku/ Bentuk dan Struktur fisik puisiPerwajahan Puisi Tipografi Tipografi puisi Api Suci’ cukup sederhana, dengan penulisannya rata tengah. Sajak ini terdiri atas dua bait, dengan jumlah baris adalah 14, dengan masing-masing terdiri atas empat kata dengan 11 suku kata. Pada awal baris/kalimat, kata ditulis dengan hurut kapital, dan diakhiri tanda koma dan khusus baris terakhir pada bait diakhiri denga tanda titik. Dan memiliki berbagai macam bunyi vokal. Bunyi vokal dalam puisi Api Suci terdiri atas 76 vokal /a/, 23 vokal /i/, 16 vokal /u/, 24 vokal /e/, dan memiliki satu vokal /o/ dalam seluruh bunyi puisi. Diksi Diksi yang terdapat pada puisi “Api Suci” terdapat beberapa kata yang memakai konotasi, seperti Mengalun perlahan-lahan tidak meninggi tentang suara, nyanyian Membara berapi-api Nyala raya cahaya yang keluar dari api yang besar Terlebur telah luluh atau hancur mencair Bunyi jerit suara yang keras melengking manusia atau binatang atau teriakan. Imaji Imaji yang dipakai dalam puisi “Api Suci” ini adalah imaji auditif pendengaran, imaji visual pengelihatan dan imaji peraba seperti Imaji auditif /Nyanyian semata bunyi jeritku/ artinya si “aku” Senang selalu dan mensyukuri apa yang terjadi walaupun waktu pahit sekalipun, semua itu tidak kekal dan hanya merupakan seni dari kehidupan. Imaji visual /Seperti wajah merah membara/ artinya si “aku” bahwa pengarang sedang menggambarkan dirinya melalui wajahnya yang merah membara itu sebagai penanda rasa emosi yang memuncak yang berapi-api. /Gelisah liar mata memandang/ artinya si “aku” bahwa pengarang sedang menggambarkan dirinya melalui penglihatan yang liar karena gelisah itu sebagai penanda bahwa dirinya memiliki banyak pikiran akan cita-cita yang sedang diharapkannya sehingga pandangan matanya kabur bagaikan sedang melamun. /Dimana duduk rasa dikejar/ artinya si “aku” bahwa pengarang sedang menggambarkan dirinya sedang gelisah dalam lamunannya sehingga dimanapun dia berada seperti ada dorongan yang terus-menerus untuk bangkit dari kegelisahan hatinya. Imaji kinestetik/ peraba /Nikmat rasa api menghangus/ artinya si “aku” merasakan panasnya api yang digambarkan oleh penyair sebagai bentuk rasa semangat dalam menjalani kehidupan serta menyalakan semangatnya untuk memcapai keinginannya. Kata konkret Pada puisi “Api Suci” terdapat kata-kata konkret seperti Seperti /Wahai api bakarlah jiwaku/, /Biar mengaduh biar mengeluh/, /wajah merah membara/, /Dalam bakaran Nyala Raya/ maksudnya kata konkret diatas adalah memohon kepada sang pencipta wajahnya yang merah membara itu sebagai penanda rasa emosi yang memuncak yang berapi-api sehinnga terlihat cahaya yang api yang besar. Jadi wajah merah membara itu dilambangkan seperti api. Arti dari kalimat /wajah merah membara/, /Dalam bakaran Nyala Raya/ adalah Doa seorang hamba agar diberikan ketegaran jiwa, dan dalam doa itu ia ingin bangkit dalam keterpurukan hingga memiliki semangat. Bahasa figuratif majas Majas Hiperbola adalah makna bahasa yang berlebih-lebihan seperti pada kutipan /nikmat rasa api menghangus/ Majas repetisi adalah gaya bahasa yang mengungkapkan pengulangan kata, frasa atau klausa yang sama untuk mempertegas makna dari kalimat atau wacana. Dalam repetisi, pengulangan seluruh kata atau bentuk lain yang diulang memiliki arti kata yang sama. Seperti pada kutipan /selama nafas masih mengalun/, /Selama jantung masih memukul/ Majas metafora semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat seperti pada kutipan /Demikian rahmat tumpahkan selalu/ Majas perbandingan adalah gaya bahasa yang menggunakan kata kiasan untuk menyatakan perbandingan sehingga meningkatkan kesan dan pengaruh terhadap pembaca atau pendengar. Seperti pada kutipan / Seperti wajah merah membara/ Rima Rima pada puisi Api suci diatas menggunakan rima bebas karena sajak yang digunakan dalam puisi tidak termasuk dalam aturan persajakan. , seperti Selama nafas masih mengalun, Selama jantung masih memukul, Wahai api bakarlah jiwaku, Biar mengaduh, biar mengeluh. Seperti wajah merah membara Dalam bakaran Nyala Raya, Biar jiwa habis terlebur, Dalam kobaran Nyala Raya. Sesak mendesak rasa di kalbu, Gelisah liar mata memandang, Di mana duduk rasa dikejar. Demikian rahmat tumpahkan selalu, Nikmat rasa api menghangus, Nyanyian semata bunyi jeritku. Jadi, dalam satu bait tidak ada yang sama Sutan Takdir Alisyahbana masih memakai soneta yang tiap barisnya terdiri dari 14 baris, namun dalam baris perbait mempunyai kesamaan dalam bait yang berbeda. [1] Sumasno Hadi, Pemikiran Sutan Takdir Alisyahbana Tentang Nilai, Manusia, Dan Kebudayaan, diunduh pada tanggal 4 April 2020. [2] A. Teew, Sastra dan Ilmu Sastra Jakarta PT Dunia Pustaka Jaya, 1984 hlm. 135 [3] Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi Yogyakarta Gadjah Mada University Press, 2002 hlm. 37
LaguBerdetak-detak dan berderas-deras bunyi mesin tulisku membelah malam. Di atas meja berserak kertas dan berlintangan buku. Sinar lampu lenyap mengabur ke luar suara menggetar dari jauh, sayup seni berbuai-buai. Bertambah cepat iramanya menari-nari, tiada tertahan melambai menghimbau-himbau. Sebentar curahan hasrat putus-putus, Seketika limpahan kasih yang mengalir membanjir. Terus ia mengalun, memanggil dan menyongsong... sekejap terputus terhenti seperti ratap yang memuncak dipotong sedu mendesak ke pula ia menekan kembali, mengalun meriak dan mesra melenyap dalam kesunyian malam yang jauh....Wahai, tiada kuketahui mesin tulisku terhenti!Lena berdirilah beta menuju ke luar mencari rayuan rindu. Sejuk rasanya angin malam membelai pipiku. Alangkah mesranya seluruh alam dalam pelukan sepi!Beta duduk di atas bangku dan menengadah ke langit lengkung menyambut sinar bintang tercurah ke dalam jiwaku yang hasratkan lagu perlahan-lahan mengambang suara seni sayup dari jauh. Membuailah beta di atas riak, nikmat terlenyap dalam rayuan tahu beta berapa lama meninggalkan waktu dan tempat, hilang terirama dalam lagu-Mu, nampaklah pula beta bintang berkelip dan beratlah bunyi keluhku masuk pula ke dalam menghadapi mesin tulis. Dalam detak dan derasnya terdengar beta irama Mei 1935Sumber Tebaran Mega 1935Puisi LaguKarya Sutan Takdir AlisjahbanaBiodata Sutan Takdir AlisjahbanaSutan Takdir Alisjahbana lahir pada tanggal 11 Februari 1908 di Natal, Mandailing Natal, Sumatra Takdir Alisjahbana meninggal dunia pada tanggal 17 Juli Takdir Alisjahbana adalah salah satu sastrawan Angkatan Pujangga Baru.
Lanjut ke konten Perjuangan Tenteram dan damai? Tidak, tidak Tuhanku! Tenteram dan damai waktu tidur di malam sepi. Tenteram dan damai berbaju putih di dalam kubur. Tetapi hidup ialah perjuangan. Perjuangan semata lautan segera. Perjuangan semata alam semesta. Hanya dalam berjuang beta merasa tenteram dan damai. Hanya dalam berjuang berkobar Engkau Tuhanku di alam dada. Analisis puisi di atas berdasarkan Lapis Bunyi Pada bait pertama dan kedua ada asonansi a dan u yaitu pada kata damai’ dan tuhanku’ serta sepi; dan kubur’. Pada bait ketiga terdapat bunyi asonansi a pada tiga baris yaitu di kata perjuangan’, segera’ dan semesta’. Di dalam puisi Perjuangan penulis menggunaan pengulangan bunyi untuk menambah nilai estetika. Seperi kata tentram dan damai pada baris pertama diulang di baris ke dua dan tiga, begitu pula pengulangan kata perjuangan’ dan hanya’ baris-baris yang mengikutinya. Lapis Artimakna eksplisit Arti puisi Perjuangan per bait Tentram dan damai? Pengarang mempertanyakan arti kata tentram dan damai yang selama ini disalah artikan oleh orang orang. Tidak, tidak Tuhanku! Kemudian pernyataan itu disangkalnya. Menurutnya bukan itu yang sesunggunya. Tentram dan damai waktu tidur dalam sepi Tentram dan damai berbaju putih di dalam kubur Orang-orang beranggapan bahwa menyatakan bahwa damai menurut orang-orang adalah ketika kamu bisa terlelap dalam tidur dan ketika berbalut baju putih di dalam kubur’ yang berarti ketika menemui kematian. Hanya dengan kematian sesungguhnya kedamaian yang selama ini menjadi maksud pikiran manusia atas arti kata damai. Apabila kedamaian yang dimaksud adalah menikmati hidup dengan tenang dan tidak melakukan apa-apa, itulah saat manusia sedang tidur atau menemui kematiannya Arti damai yang sesungguhnya tidaklah semudah itu untuk diraih. Tetapi hidup adalah perjuangan Penyair ingin mengungkapkan bahwa hidup yang sesungguhnya adalah perjuangan. Kita harus berjuang untuk mendapatkan sukses dan perjuangan itu berkelanjutan tiada hentinya. Arti hidup yang sebenarnya adalah berjuang ketika seseorang tidak lagi mempunyai motivasi untuk berjuang maka ia tidak bisa dikatakan hidup. Perjuangan semata lautan segera. Perjuangan semata alam semesta. Penyair menggambarkan arti kata perjuangan dengan lautan dan alam semesta, itu berarti sebuah perjuangan tidak berhenti pada satu titik saja. Saat kita merasa selesai melakukan atau mencapai hal yang kita inginkan sesungguhnya itu bukan akhir tetapi sebuah awal, begitupun seterusnya. Di dalam hidup kita akan terus berjuang. Penyair menggambarkan arti kata perjuangan dengan lautan dan alam semesta, itu berarti sebuah perjuangan tidak berhenti pada satu titik saja. Saat kita merasa selesai melakukan atau mencapai hal yang kita inginkan sesungguhnya itu bukan akhir tetapi sebuah awal, begitupun seterusnya. Hanya dalam berjuang beta merasa tenteram dan damai. Hanya dalam berjuang berkobar Engkau Tuhanku di alam dada. Rasa tentram dan damai didapat dari perjuangan. Mengapa? Karena saat kita berjuang kita meminta bantuan kepada-Nya dan terus mendekatkan diri. Pada bait terakhir penyair menyatakan bahwa dengan cara itulah manusia akan dekat dengan Tuhannya karena ia akan selalu menmanjatkan doa untuk memperjuangkan hidupnya. Dan saat dekat dengan Tuhannya melalui doa itulah ia akan measakan damai dan tentram. Hanya dengan memperjuangkan dan memiliki motivasi hidup Tuhan selalu ada di hati kita. Lapis Ketiga Pelaku atau tokoh beta. Latar waktu waktu tokoh beta atau waktu ketika orang-orang sedang tidur dan mati. Latar waktu juga menggunakan selama kita hidup di dunia ini. Saat kita hidup karena memperjuangkan sesuatu. Gabungan dan jalinan antara objek-objek yang dikemukakan, latar, pelaku serta struktur ceritanyaalur adalah Tokoh beta yang sedang berkata kepada Tuhan di dalam hatinya lebih kepada dirinya sendiri. Ia ingin mengatakan bahwa pengertian orang-orang selama ini bahwa arti damai selama ini adalah tidur dan ketika kita mati adalah salah. Penulis mengatakan bahwa saat merasa damai adalah ketika ia berjuang dalam hidup karena pada saat itu ia meminta kepada Tuhan untuk dimudahkan dan akan merasa dekat dengan-Nya. Saaat dekat itu ia merasa damai. Lapis keempatDunia Lapis dunia’ adalah yang tak perlu ditanyakan, tetapi sudah eksplisit, tampak sebagai berikut. Pada bait pertama baris pertama tokoh beta mempertanyakan arti damai. Apakah arti damai sesunggunya. Pada bait kedua menyatakan bahwa damai menurut orang-orang adalah ketika kamu bisa terlelap dalam tidur dan ketika berbalut baju putih di dalam kubur’ yang berarti ketika menemui kematian. Pada bait ketiga dikatakan secara gamblang oleh penyair pada kalimat hidup adalah perjuangan’ dan ia menggambarkan bahwa perjuangan itu diibaratkan seperti samura dan segara yang luas dan tidak ada ujungnya. Di dalam hidup kita akan terus berjuang. Penyair menggambarkan arti kata perjuangan dengan lautan dan alam semesta, itu berarti sebuah perjuangan tidak berhenti pada satu titik saja. Saat kita merasa selesai melakukan atau mencapai hal yang kita inginkan sesungguhnya itu bukan akhir tetapi sebuah awal, begitupun seterusnya. Pada bait terakhir penyair menyatakan bahwa dengan cara itulah manusia akan dekat dengan Tuhannya karena ia akan selalu menmanjatkan doa untuk memperjuangkan hidupnya. Dan saat dekat dengan Tuhannya melalui doa itulah ia akan measakan damai dan tentram. Rasa tentram dan damai didapat dari perjuangan. Mengapa? Karena saat kita berjuang kita meminta bantuan kepada-Nya dan terus mendekatkan diri. Lapis Metafisis Lapis Metafisis atau amanat yang dapat saya ambil dari puisi ini adalah semakin kita memperjuangkan sesuatu maka pada hakikatnya kita akan semakin dekat dengan sang pencipta karena kita memohon bantuanNya. Rasa tentram dan damai didapat dari perjuangan. Karena saat kita berjuang kita meminta bantuan kepada-Nya dan terus mendekatkan diri. Pada bait terakhir penyair menyatakan bahwa dengan cara itulah manusia akan dekat dengan Tuhannya karena ia akan selalu menmanjatkan doa untuk memperjuangkan hidupnya. Dan saat dekat dengan Tuhannya melalui doa itulah ia akan measakan damai dan tentram. Hanya dengan memperjuangkan dan memiliki motivasi hidup Tuhan selalu ada di hati kita. Apabila kita menemui sebuah keberhasilan maka hal itu tak lepas dari campur tangan Tuhan dan apabila kita menemui kegagalan saat berjuang itu berarti Tuhan sudah menyiapkan rencana lain untuk kita, dan kita harus tetap melanjutkan perjuangan. Pesan itulah yang ingin pengarang sampaikan, kita merasa damai dan tentram ketika kita tahu Tuhan selalu ada dalam langkah perjuangan kita. Sebuah perjuangan tidak berhenti pada satu titik saja. Saat kita merasa selesai melakukan atau mencapai hal yang kita inginkan sesungguhnya itu bukan akhir tetapi sebuah awal, begitupun seterusnya. Navigasi pos
makna puisi aku dan tuhanku karya sutan takdir alisjahbana